Tentang Konflik Kepentingan

Salah satu tantangan yang muncul dalam perundingan PKB adalah seputar konflik kepentingan.1 Hal itu perlu dilihat pada dua aras, yakni di aras konsepsi kelembagaan dan di aras teknis-praktis terkait aktivitas perundingan.

Pada aras konsepsi kelembagaan, tegangan muncul antara tujuan misi yang harus berhadapan dengan perubahan iklim industri. Di satu sisi kepentingan utama kelembagaan YAKKUM adalah tujuan dari misi gerejawi yang melandasi eksistensi lembaga. Sementara di sisi yang lain, ada gerak industri yang menyeret aktivitas pelayanan untuk bisa bersaing dan bertumbuh. Hal ini harus dipahami dalam bingkai yang menyeluruh sebagai tantangan mendasar, di mana keberlangsungan aktivitas usaha dan pelayanan yang harus dipertahankan tak lain adalah bagian-bagian dari pelaksanaan misi itu.

Pada aras teknis-praktis, tegangan terjadi antara keperluan manajemen untuk melakukan penataan untuk merespon gerak zaman, yang diperhadapkan pada kepentingan berdasar aspirasi kesejahteraan karyawan. Di satu pihak, fungsi manajemen adalah untuk menjalankan roda kegiatan pelayanan dan usaha terus berjalan di tengah perubahan-perubahan. Sementara di sisi lain, aspirasi kesejahteraan karyawan menjadi suatu unsur untuk menjaga produktivitas dan motivasi.

Umumnya fungsi PKB adalah alat untuk menjaga tegangan-tegangan tersebut dalam peran-peran yang terbagi sebagai tugas dan tanggung jawab “Pemberi Kerja” dan “Pekerja” melalui kepastian hukum. Maka ada prinsip-prinsip yang kemudian diatur dalam PKB untuk memastikan tidak ada fungsi yang bertentangan dengan hukum di tengah laju pengelolaan unit-unit usaha pelayanan.

Namun konflik kepentingan dalam PKB rentan terjadi bilamana tidak dipilah dengan jelas antara fungsi manajemen dan fungsi pelaksana para pekerja. Pertama, fungsi manajemen dijalankan dalam peran kepemimpinan dan pengelolaan. Sementara yang kedua, fungsi pelaksanaan yang dilakukan para pekerja dalam aktivitas usaha dan pelayanan. Relasi fungsi ini kerap kali dipahami sebagai imbal-balik kepentingan, antara kepentingan pengusaha dan aspirasi kesejahteraan, sehingga terkesan transaksional. Hal inilah yang menjadi perhatian dalam konteks YAKKUM. Terutama setelah beberapa waktu terakhir sudah ada pembicaraan terkait konflik kepentingan dalam perundingan PKB, di mana utusan dalam perundingan tidak bisa memainkan peran ganda sebagai bagian dari organisasi serikat sekaligus menjadi bagian dari manajemen.

Maka, di atas itu, tanpa memandang kembali visi dan misi lembaga, imbal-balik kepentingan ini rentan menggeser visi dan misi. Seperti halnya dalam Yayasan dalam kerangka AD/ART yang diatur undang-undang bertujuan sosial, konflik semacam ini jelas menghambat geraknya. Sementara di luar sana, persaingan dan perubahan akan terus mendesak.2 Inilah mengapa, peraturan perundang-undangan sudah mengatur bahwa PKB tidak bisa berlaku terlalu lama. Sebab, kajian ulang dan penyesuaian adalah keniscayaan bagi bebadan yang melakukan usaha, kendati hal itu bertujuan sosial, untuk terus berbenah.

Tentu saja akan ada penafsiran bahwa “sebelum ada PKB baru, akan berlaku PKB yang lama”. Akan tetapi jika kita menilik kembali secara kritis undang-undang yang mengatur hal itu, berlakunya PKB lama hanyalah ketika masa perundingan belum mencapai kesepakatan. Dan hal itu hanya terbatas paling lama adalah satu tahun. Jika membaca klausula dalam Undang-undang No. 13 tahun 2003, pada Pasal 123 menyebutkan berlakunya kembali PKB lama dalam dinamika perundingan, paling lama adalah satu tahun.

Dalam konteks PKB di YAKKUM, masa perundingan itu mestinya terjadi setelah 2 tahun berlakunya PKB yang disahkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Jika dirunut berdasarkan SK No. 097/PHIJSK-PK/PKB/IV/2019 tanggal 22 April 2019, maka masa perundingan PKB di YAKKUM semestinya berlangsung pada tahun 2022 yang lalu. Artinya, hingga saat ini sudah terlewat lebih dari dua tahun. Adapun dalam SK tersebut, amar penetapan Alinea ke-5 (lima) berbunyi :

“Dalam hal terdapat ketentuan yang diatur dalam PKB sebagaimana dimaksud diktum kesatu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, maka ketentuan tersebut batal demi hukum dan yang berlaku adalah peraturan perundang-undangan.”

Dari sinilah mengapa, kajian mengenai PKB harus dilakukan dengan melihat kembali beberapa peraturan dasar yang bersumber dari Undang-undang sebagai hukum tertinggi di Republik Indonesia. Tak terkecuali hal itu terkait dengan hak-hak normatif yang mengatur perihal ketenagakerjaan baik bersifat ekonomis maupun non ekonomis; seperti halnya UU 13 th 2003, UU 6 th 2023, PP 35 th 2021 dan peraturan perundangan-undangan yang terkait.

Sampai dengan pertemuan Audiensi yang diselenggarakan di Kementerian Ketenagakerjaan tanggal 24 September 2025 yang lalu, tidak ada koreksi yang eksplisit mengenai kebijakan-kebijakan kelembagaan di YAKKUM. Terutama dengan melihat bahwa penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan sebagai dampak dari desakan regulasi dan iklim industri yang sarat dengan perubahan itu sendiri. Memang, ada catatan penting terkait tantangan terbesar dalam internal YAKKUM mengenai sosialisasi, untuk membangun pemahaman bagi seluruh pihak yang terlibat. Hal itu akan terus dilakukan, meski dalam kejaran waktu, kebijakan dan keputusan-keputusan juga terus akan dijalankan dalam kondisi yang tersulit. Adapun catatan yang kedua adalah supaya segera berlangsung perundingan dalam waktu dekat pasca audiensi.

Maka, dorongan untuk memulai perundingan kali ini adalah bagian dari itikad baik yang selalu disesuaikan dengan dinamika keadaan yang ada untuk menjernihkan, supaya kepentingan visi dan misi lembaga sebagai perpanjangan tangan Gereja tidak dikorbankan untuk kepentingan lainnya.

_______________________________

 1 Sutedi, Adrian. (2010). Good Corporate Governance. Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 85–86, yang menyebut bahwa konflik kepentingan harus dihindari untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan.

2 “https://persi.or.id/wp-content/uploads/2018/04/rsindonesia418.pdf”>https://persi.or.id/wp-content/uploads/2018/04/rsindonesia418.pdf

 

Untuk pertanyaan dan bantuan, silakan hubungi:

Hotline HI YAKKUM di 0812-5253-0198

(Setiap hari kerja pukul 08.00–16.00 WIB)