Konsultasi Nasional Gereja dan Disabilitas: Membangun Persekutuan Yang Inklusi dan Melayani Bersama Sebagai Kawan Sekerja Allah
Terimakasih pada YAKKUM, Selalu Ada Terdepan Sambutan Ketum PGI IX
“Terimakasih kepada YAKKUM, sebagai anak kandung GKJ ini akan selalu ada terdepan dalam pelayanan kesehatan dan kemanusiaan.” Hal ini di sampaikan Pdt. Gomar Gultom, Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (Ketum PGI) dalam pembukaan Konsultasi Nasional Gereja dan Disabilitas: Membangun Persekutuan Yang Inklusi dan Melayani Bersama Sebagai Kawan Sekerja Allah. 12-16 Juni 2024 di Hotel Arjuna Yogyakarta.
PGI bersama Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum (YAKKUM) sebagai tuan-nyonya rumah kegiatan, bersama Forum Komunikasi Pria Kaum Bapak (FKPKB) PGI dan Komisi Nasional Disabilitas (KND) menginisiasi terselenggaranya acara tersebut. Acara selama 3 hari tersebut dihadiri setidaknya oleh 75 pemimpin gereja anggota PGI, 3 lembaga pemerintahan, dan 30 Sinode, dan lembaga-lembaga mitra PGI.
YAKKUM dan Inklusif Disabilitas
Selama ini YAKKUM jarang muncul dalam forum PGI, bukan karena diposisikan sebagai pihak luar. Justru dalam laporan rapat kerja YAKKUM sebelum undang-undang Yayasan, hampir disetiap koordinasi formal selalu ada PGI yang hadir untuk memberikan arahan. Menjadi suka cita mendapatkan tugas menjadi tuan-nyonya rumah karena hal tersebut menggambarkan YAKKUM bagian dari PGI.
“Terlebih dari itu, saat ini yang diusung dalam Konas saat ini adalah bagian yang terpisahkan dari mandat kami yaitu membawa agar pelayanan diakonia bersifat inklusi. Jika bersifat inklusi harus membawa semua bentuk pelayanan menjadi sadar akan disabilitas.
Banyak program-program kami yang diarahkan pada kaitannya dengan disabilitas. Kami punya banyak keanggotan pada bidang itu, dan kami ingin memperluas dengan melibatkan gereja-gereja yang menjadi induk kami.” Ujar Pdt. Simon Julianto, Ketua Pengurus YAKKUM.
YAKKUM sudah membangun “Gereja yang inklusi” bersama gereja-gereja lokal. Harapan di masa mendatang, melalui konas tersebut semua gereja-gereja di Indonesia juga menjadi inklusif.
Aksi Nyata
Di sisi lain, Komisi Nasional Disabilitas (KND) yang diwakili oleh Jonna Aman Damanik menyampaikan bawa, “sudah sejak itu tahun 2002 saya membuat praktik-praktik kecil di gereja-gereja. Saya melakukan kerja-kerja pengarus-utamaan disabilitas di wilayah.” Inklusi disabilitas adalah sebuah sifat, untuk membuat semua orang nyaman, membuat semua orang berpartisipasi.
Terdapat makna kesetaraan, keadilan yang tampak dari tema Konas Gereja Disabilitas. “Tadi saya diskusi kecil dengan Pdt. Helen. Tantangan berat gereja ke depan harus dimulai dengan aksi aksi nyata.” Ujar Jonna. Harapannya melalui Konas dapat menghasilkan komunike atau kesepakatan bersama yang nantinya dapat dibawa ke sidang raya PGI.
Jejaring Wujudkan Gereja Ramah Disabilitas
Sri Sultan Hamengkubuwana X, Gubernur DI Yogyakarta (DIY), diwakili Dr. Sukamto, S.H, M.H selaku Staf Ahli Gubernur DIY menyampaikan bahwa penyandang disabilitas memiliki hak yang sama untuk memperoleh dan menikmati kemudahan fasilitas dalam melaksanakan peribadatan di Gereja. Gereja sebagai institusi sosial memainkan peran penting dalam membentuk pandangan masyarakat terhadap berbagai kelompok dan individu. Gereja juga harus dapat menjadi agen perubahan dalam membentuk komunitas inklusif, ramah dan mengurangi stigma terhadap difabel.
“Melalui penerapan nilai-nilai kasih, keadilan dan keterbukaan, gereja perlu menciptakan lingkungan yang mendukung dan menghargai keragaman manusia termasuk penyandang disabilitas. Sehingga Gereja mampu menjadi agen perubahan yang positif, membentuk dunia di mana setiap individu diterima dan dihargai, tanpa memandang kondisi fisik atau mentalnya.” kata Dr. Sukamto.
Menjadi gereja inklusif berarti mewujudkan gereja yang makin merengkuh dan terbuka pada keterlibatan banyak pihak. Mencakup penyediaan fasilitas ramah disabilitas, dukungan medis, dan sosial. Memastikan bahwa difabel diakui, dihargai sebagai bagian integral dari komunitas gereja. Gereja bertanggung jawab memastikan semua anggota jemaat, termasuk difabel, dapat berpartisipasi penuh dalam kehidupan gereja.
Pemda DIY melalui Perda No. 5 tahun 2022 tentang pelaksanaan penghromatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas, berusaha mewujudkan pemenuhan hak-hak penyandnag disabilitas. “Mari kita kolaborasi untuk mengembangkan jejaring demi mewujdukan gereja yang ramah disabilitas,” tutup Dr. Sukamto dalam sambutannya.
Pengarus Utamaan Isu Disabilitas
Konas Gereja dan Disabilitas ini dimaksudkan sebagai wadah bagi gereja-gereja dan lembaga-lembaga mitra PGI yang bergerak untuk isu disabilitas di Indonesia. Dalam perjalanan gerak terdapat proses refleksi dan berbagi pengalaman dalam gerakan ramah disabilitas, serta memperjuangkan hak-haknya.
Gereja diajak untuk menjadi Oase bagi sesama dan khususnya bagi saudara kita penyandang disabilitas. Gereja dengan mitra memiliki komitmen dan rencana aksi bersama untuk mengembangkan beragam upaya pengarus utamaan inklusi disabiliytas yang lebih progresif dan berkelanjutan.
PGI melihat lebih dari satu dasawarsa percakapan dan kegiatan dikembangkan dalam rangka main-streaming disabilitas. Bahkan sejalan dengan itu Pemerintah menerbitkan UU no 8/2016 tentang disabilitas yang mengamantkan, “Hak pelayanan publik untuk Penyandang Disabilitas.”
Namun pengarus-utamaan isu disabilitas dalam pelayanan gereja tetap menjadi impian karena akses bagi penyandang disabilitas dalam pelayanan belum terimplementasi baik. Realitas tersebut dipotret dan menjadi latarbelakang Konas. Di dalam dan melalui Konas ini, kita akan banyak menggumuli keadaan yang kurang menguntungkan bagi saudara-saudara kita
Implikasi Besar
Mengusung teman, “Membangun Persekutuan yang Inklusi dan Melayani Bersama sebagai Kawan Sekerja Allah” ada implikasi besar yang ingin dicapai, yaitu perubahan paradigma dalam memandang penyandang disabilitas sebagai subjek, bukan sebagai objek dalam agenda pastoral gereja.
Sebagai kawan sekerja Allah, 1 Kor 3:9, Paulus mengidentifikasikan dirinya, kita sedang mengajak dan memfasilitasi para penyandang disabilitas menjadi kawan sekerja.
Penyandang disabilitas mungkin memiliki keterbatasan pada aspek tertentu.
“Hal itu mestinya tidak dijadikan penghalang bagi gereja untuk melibatkan mereka dalam pelayaan gereja. Bukankah Kristus senantiasa solider dan berpihak kepada mereka yang lemah sedemikian?, tegas Pdt. Gomar.
Bahwa gereja memberi perhatian terhadap aspek kemanusiaan ini adalah panggilan gereja yang tidak bisa diabaikan dalam meneladani apa yang dilakukan Yesus Kristus. Tidak menolak mereka yang disabilitas, tetapi sebaliknya Yesus meraih dan merangkul mereka dalam dekapan kasih seorang Bapak. Yesus menyediakan diri untuk dapat direngkuh oleh siapa saja. Pdt. Gomar mengatakan, “dengan variasi terhadap apa yang dikatakan dalam Matius 25, kita mendengarkan Sang Anak Manusia itu bersabda: ‘Ketika Aku tidak berdaya karena menyandang disabilitas kamu meneguhkan Aku’.”
Ketum PGI IX itu menyampaikan, “Saya berharap, melalui Konas ini kita semua bisa saling bertukar pikiran dalam upaya membangun komitmen bersama bagi kemanusiaan dan kesetaraan.”